Sunday 9 August 2015

Satgas Masyarakat Adat Diharapkan Sukses


Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi berharap Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat yang akan segera dibentuk dapat melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi terkait permasalahan antara masyarakat adat dan negara.

Rukka menjelaskan kondisi masyarakat adat masih sangat memprihatikan. Mereka kerap tersingkir dari tanahnya sendiri. Konflik tenurial (lahan) kerap terjadi antara masyarakat adat dan perusahaan sebagai pelaku industri. Tidak adanya pengakuan atas lahan adat membuat masyarakat adat semakin tersingkir dan harus merelakan tanahnya sebagai kawasan industri.
"Bagi masyarakat adat, tanah mereka adalah hidup mereka. Mereka melakukan upacara dan mencari makan dari tanah mereka. Perampasan tanah sama saja dengan mengakhiri hidup mereka," kata Rukka saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (5/8).

Lebih lanjut, Rukka menjelaskan masyarakat adat sering kali menjadi kelompok paling miskin dan didiskriminasi secara berlapis. Pasalnya, bukan hanya tanah yang diambil secara paksa, masyarakat adat juga kerap tidak punya akses kepada layanan pemerintahAMAN mencatat ada sekitar 70 juta jiwa yang masuk dalam kategori masyarakat adat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 17 juta orang yang menjadi anggota AMAN.

"Mayoritas masyarakat adat hidup berdampingan dengan konflik. Hanya sekitar lima persen dari 17 juta masyarakat adat (anggota AMAN) yang hidup damai dan aman," kata Rukka.


Pada 25 Juni 2015, terjadi pertemuan antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. AMAN meminta Jokowi segera membentuk Satgas Masyarakat Adat. Satgas ini berperan sebagai jembatan rekonsiliasi antara masyarakat adat dan negara serta melindungi hak-hak masyarakat adat.

Jokowi menyambut baik permintaan tersebut. Ia menilai satgas ini penting dalam menghentikan berbagai kriminalisasi masyarakat adat dan langkah awal memulihkan hak-hal masyarakat adat selama belum ada mekanisme permanen dan undang-undang (UU) perlindungan masyarakat adat.

Dari pertemuan tersebut, diambil langkah-langkah konkret dalam pembentukan satgas masyarakat adat. Saat ini draf keppres tentang pembentukan satgas masyarakat adat telah selesai disusun dan dibahas bersama oleh kalangan pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

Draf itu juga telah diserahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) Siti Nurbaya kepada Jokowi pada akhir Juli 2015. Saat ini, sekretaris kabinet tengah menunggu keppres itu untuk segera ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Rukka berharap satgas tersebut bisa berperan aktif memperbaiki hubungan antara masyarakat adat dengan pemerintah. Ia menilai selama ini masyarakat adat sudah terlalu lama menjadi korban pembangunan.

"Demi pembangunan, tanah mereka dirampas begitu saja. Negara mengklaim secara sepihak bahwa tanah adat itu adalah milik negara sehingga dengan mudah dipindahtangankan ke pelaku usaha," kata Rukka.

Ia juga berpendapat selama ini masyarakat adat juga sering hanya dipandang sebagai objek program kementerian. "Seharusnya masyarakat adat diposisikan sebagai pelaku. Mereka yang punya tanah, mereka pemilik negara ini," kata Rukka.

Hal ini merupakan rekonsiliasi, di mana Presiden Jokowi pun menyadari peran satgas masyarakat adat penting dalam menghentikan berbagai kriminalisasi serta memulihkan hak-hak masyarakat adat.

"Yang biasa berkonflik atau berhadap-hadapan adalah masyarakat adat dengan negara atau pemerintah atau tentara, dan lain-lain. Tapi pemimpin masyarakat yang biasanya terbunuh atau dipenjara. Jangan sampai ada sentimen dari masyarakat adat bahwa diri mereka bukan bagian dari Indonesia," kata Deputi II Sekretaria Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi.
Rukka menjelaskan, Satgas Masyarakat Adat ini diusulkan AMAN menjadi lembaga yang langsung di bawah Presiden Jokowi.
"Jangan sampai satgas itu di bawah kementerian tertentu. Kita sadar persoalan sektoralisme di antara kementerian bisa langsung selesai kalau langsung di bawah Presiden," katanya.

Selain itu tambah dia, keberadaan satgas ini pun sejalan dengan poin Nawacita Jokowi, tentang adanya lembaga permanen dan independen masyarakat adat.
"Tujuan dari semua pekerjaan ini adalah rekonsiliasi, memastikan kalau Indonesia ingin bertahan 50 tahun ke depan maka tidak boleh ada lagi kekerasan. Satgas ini yang akan mengatur hubungan pemerintah dan masyarakat adat, salah satunya masalah pembangunan dan hutan adat," jelas Rukka.
Langkah pertama rekonsiliasi, menurut Rukka, bisa dalam bentuk memberikan pengampunan pada 12 tetua adat yang dipenjara, menjadi simbol bahwa pemerintah punya niat baik untuk masyarakat adat.

Rukka menambahkan, satgas ini hanya akan beroperasi selama satu tahun.
"Saat satgas dibuat, artinya kita dalam kondisi aada penyimpangan. Kita harap penyimpangan itu hanya selesai pada satu tahun kerja satgas sehingga tidak juga menghabiskan sumber daya dan uang subsidi pemerintah," jelasnya.
Setelah satu tahun, kata dia, diharapkan sudah berdiri lembaga resmi yang mengurus masyatakat adat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hadi Daryanto menjelaskan, pihak kementerian juga menyambut positif pembentukan satgas ini.
"Draft Keppres tentang satgas yang disusun sudah bagus. Kami juga mengkaji pembentukan ini dengan peraturan yang sudah ada, yaitu konstutusi amandemen ke-4 pasal 18B ayat 2 UUD 1945," kata Hadi.

Pasal itu menyatakan, Negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang sesuai kasusnya dengan perkembangan masyarakat dan negara kesatuan.
"Salah satu fungsi satgas juga adalah mempercepat RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (PPHMA)," jelas Hadi.
Selain itu, satgas ini pula yang kemudian akan mengkategprisasi seluruh kasus pelanggaran HAM serta konflik agraria dan sosial masyarakat adat.
Staf Khusus Sekretaris Kabinet Jaleswari Pramodhawardhani menyatakan, saat ini Keppres pembentukan satgas sudah melewati birokrasi dengan lancar.
"Belum bisa dipastikan tanggalnya, tapi saat ini tinggal masuk pada seskab saja. Kalau sudah masuk ke seskab, langsung kami proses," jelas Dhani. Ia pun mengapresiasi niat AMAN yang hanya membuat satgas untuk satu tahun saja


Peran dunia melalui UNESCO sangat diperlukan, mempromosikan budaya, bahasa dan pengetahuan masyarakat adat merupakan bagian penting. Menghormati hak-hak masyarakat adat untuk mempertahankan, memantau, melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional mereka. Ya, tentunya selanjutnya masyarakat adat menjadi bagian dari perkembangan dunia, kesenjangan yang dengung terdengar semoga bisa teratasi dengan dibentuknya Satgas Masyarakat Adat di Indonesia. Bertabur harapan baik kalangan aktifis maupun masyarakat pada umumnya. Berharap kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat bisa dihentikan dan berharap Satgas Masyarakat Adat sukses melakukan rekonsiliasi.

Referensi :
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150805190426-20-70320/satgas-masyarakat-adat-diharapkan-sukses-lakukan-rekonsiliasi/
http://www.rmol.co/read/2015/08/09/212805/Satgas-Diharapkan-Bisa-Hentikan-Kriminalisasi-Masyarakat-Adat-

0 komentar:

Post a Comment